Foto Argo Parahyangan

Panorama sawah bertingkat dengan bulir padi yang sebagian telah menguning dan tak lama lagi bakal siap dipanen adalah salah satu yang saya nikmati dalam perjalanan dari Bandung ke Jakarta. Adanya tali-tali dengan tempelan kain warna-warni untuk menggebah burung sama sekali tidak mengurangi keindahan yang tersaji.



Pada satu ketika saya melihat sepotong ruas Jalan Tol Cipularang dengan gorong-gorong kering di bawahnya terlihat dari balik jendela kereta api yang tengah melaju. Jalan non-tol yang terlihat saat itu tampaknya adalah jalan ke Cikamuning yang biasa digunakan oleh truk besar setelah keluar dari jalan tol Cipularang lantaran tidak diperbolehkan lewat. Meskipun ada goncangan gerbong kereta, dan kereta pun melaju dengan kecepatan lumayan, namun hasil pemotretan tak begitu buruk, dan hanya memakai gadget Samsung Galaxy Note generasi yang pertama lantaran tak membawa DSLR.



Petak-petah sawah yang baru sebagian ditanami padi membentuk mosaik yang indah. Sebuah gubug dinaungi pohon kecil tampak berada di tengah sawah, tempat yang nyaman untuk menikmati pemandangan. Sementara di atasnya berlalu-lalang kendaraan orang kota yang melintas jalan tol Cipularang.



Sebuah jembatan kereta api terlihat di depan, beberapa saat sebelum kami melewatinya. Bayangan penumpang pada kaca jendela menjadi tambahan penghias pemandangan.



Pemandangan perbukitan di kejauhan, sepetak kampung di kaki perbukitan berbatas jalan tol di bawahnya, petak-petak sawah dengan bulir padi yang telah menguning menjadi pemandangan yang sedap untuk dinikmati.



Jalan tol Cipularang yang seperti terjepit diantara perbukitan, sawah, dan perumahan penduduk yang mengelompok di sejumlah titik.



Sepotong jalan tol dengan bus dan mobil pribadi berpacu pada arah berlawanan. Sebagian orang di dalamnya tentu bertukar pandang dengan kami yang tengah berada di dalam kereta.



Posisi Kereta Api Argo Parahyangan yang lebih tinggi dari pohon kelapa membuat kami bisa melihat jalan non-tol yang meliuk seperti ular, persawahan, dan perbukitan yang tidak mungkin dilihat oleh para pengendara yang lewat di jalan tol Cipularang.



Jembatan kereta api berikutnya yang beberapa saat lagi akan kami lewati. Jembatan ini terlihat tidak begitu panjang. Walaupun begitu, tetap memberi sensasi tersendiri ketika melewatinya lantaran tidak ada pagar di kiri kanannya.



Dari dekat terlihat sejumlah menara terbuat dari tiang-tiang baja menopang badan jembatan kereta api di bagian tengah, sedangkan di bagian tepinya ditopang oleh tiang beton.



Pemandangan pada jembatan kereta api yang baru kami lalui beberapa saat sebelumnya, memperlihatkan lintasan rel yang melingkari lembah yang terlalu dalam untuk dibuat jembatan.



Perumahan di kaki bukit dan lembah yang hijau subur, dengan latar dua buah jembatan kereta api di ujung atas sana.



Pemandangan ke arah sebuah jembatan panjang di Jalan Tol Cipularang, yang merupakan salah satu dari lima jembatan di sepanjang jalan tol itu. Lima jembatan itu adalah Ciujung 500 meter, Cisomang 252 meter, Cikubang 520 meter, Cipada 720 meter, dan Cimeta 400 meter.



Salah satu dari jembatan Jalan Tol Cipularang yang melintas di atas terasering persawahan. Hanya saja para pengendara mobil tidak akan bisa melihat pemandangan indah di bawahnya lantaran ada tembok beton penahan angin cukup tinggi di kiri kanan jembatan.



Sepotong jalan pedesaan yang meliuk seperti badan ular dengan ladang persawahan yang menghijau di sisi sebelah kanannya.



Jembatan Jalan Tol Cipularang yang melintas di atas jurang yang sangat dalam, yang hanya bisa dilihat dari dalam kereta api, tidak dari atas kendaraan yang melintas.



Jika saja ada rest area dengan gardu-gardu pandang di kedua ujung, dihubungkan dengan kereta kabel untuk menikmati pemandangan jembatan-jembatan Jalan Tol Cipularang itu tentu akan menjadi atraksi baru yang sangat menyenangkan dan populer.



©2021 Ikuti