Fatahillah, Jakarta, Jakarta Barat, Museum

Museum Fatahillah

Museum Fatahillah Jakarta, atau Museum Sejarah Jakarta terletak beberapa langkah dari Museum Wayang, melintasi separuh Taman Fatahillah yang luas. Museum Fatahillah beralamat Jl. Taman Fatahillah No. 2, Jakarta Barat, menempati bangunan tua pada tanah seluas 13.000 meter persegi, berada dalam kawasan wisata Kota Tua Jakarta.

Gedung Museum Fatahillah pada jaman Belanda bernama Stadhuis (Stadhuisplein) atau Balai Kota, dibangun pada 1707-1710 atas perintah Gubernur Jendral Johan van Hoorn. Sejarah Museum Fatahillah bermula tahun 1937, ketika Yayasan Oud Batavia mengajukan rencana untuk mendirikan museum mengenai sejarah Kota Batavia. Yayasan membeli gudang perusahaan Geo Wehry & Co di Jl. Pintu Besar Utara No. 27, membangunnya menjadi Museum Oud Batavia, yang dibuka untuk umum tahun 1939.

Gedung itu kini digunakan sebagai Museum Wayang. Setelah Indonesia merdeka, namanya berubah menjadi Museum Djakarta Lama dan dikelola oleh Lembaga Kebudayaan Indonesia. Pada 1968 pengelolaan museum diserahkan ke Pemerintah DKI Jakarta, dan pada 30 Maret 1974 diresmikan menjadi Museum Sejarah Jakarta oleh Ali Sadikin, menyimpan 23.500 koleksi perjalanan sejarah Jakarta, 500 diantaranya dipamerkan. Kota Jakarta mulai dibangun oleh Fatahillah sejak 22 Juni 1527, tanggal yang diperingati sebagai hari jadi kota Jakarta.

Sepasang meriam tua dipasang di kiri kanan gerbang masuk Museum Fatahillah, dengan pohon rindang yang memberi keteduhan kepada pengunjung namun seingat saya pohon itu sekarang sudah ditebang dan hanya tinggal pokoknya. Struktur bangunan Museum Fatahillah menyerupai Istana Dam Amsterdam, dengan bangunan utama, sepasang sayap timur barat, bangunan samping sebagai kantor, ruang pengadilan, serta ruang-ruang bawah tanah untuk penjara.

Memasuki Museum Fatahillah saya melihat ada replika Prasasti Ciaruteun atau prasasti Ciampea di Museum Fatahillah, ditemukan pertama kali pada sebuah lahan berbentuk bukit rendah berpermukaan datar diapit oleh tiga buah sungai, yaitu sungai Cisadane, Cianten dan Ciaruteun, Bogor. Prasasti ini merupakan peninggalan kerajaan Tarumanagara.

Prasasti Pasir Awi

Koleksi lainnya adalah Prasasti Pasir Awi yang ditemukan N.W. Hoepermans pada 1864 di bukit Pasir Awi, Desa Sukamakmur, Bogor. Dapur Betawi juga ada di Museum Fatahillah, yang juga saya jumpai di Rumah Si Pitung. Di museum ini ada Ruang Prasejarah Jakarta, Ruang Tarumanegara, Ruang Jayakarta, Ruang Fatahillah, Ruang Sultan Agung, dan Ruang MH Thamrin. Dari lantai dua Museum Fatahillah Jakarta bisa melihat Kantor Pos dan Cafe Batavia di seberang, serta Museum Seni Rupa dan Keramik.

Ruangan luas berlantai kayu bergaya kolonial di Museum Fatahillah Jakarta. Di tempat itu terdapat lemari kaca besar dengan ornamen indah terbuat dari perunggu, serta satu meja kayu tua besar. Ada pula mebel antik abad 17 - 19, dengan ornamen gaya Eropa, Tiongkok, dan Indonesia. Diantara lukisan tua adalah lukisan penyerangan VOC yang terlihat padat dan gaduh, dengan berbagai adegan perkelahian dan pertempuran antara tentara VOC dan orang-orang pribumi.

Taman Fatahillah pernah menjadi saksi saat ribuan orang Tionghoa dibantai Belanda pada 9 Oktober 1740, di jaman Gubernur Jenderal Adriaan Valckenier. Valckenier dipersalahkan Kerajaan Belanda sebagai pencetus pembantaian. Posisinya kemudian digantikan oleh Gustaf Willem Baron van Imhoff, sepupunya. Adriaan Valckenier ditangkap saat berada di Afrika Selatan dan dibawa dengan kapala ke Batavia, tempat ia meninggal setelah hampir 10 tahun meringkuk di dalam sel penjara.

Penangkapan Pangeran Diponegoro

Di Museum Fatahillah pengunjung juga bisa melihat sebuah lukisan tua yang berjudul Penangkapan Pangeran Diponegoro karya Raden Saleh, duplikat lukisan aslinya yang disimpan di Istana Negara RI. Lukisan yang memperlihatkan tipu daya Belanda dengan mengajak Pangeran Diponegoro ke meja perundingan, namun menangkapnya.

Sebuah cara yang sama sekali tidak terhormat. Koleksi dan penataan benda di museum ini semakin hari boleh dibilang terlihat semakin baik. Ini tak lepas dari perhatian pemrov terhdapa revitalisasi kota tua Jakarta.

Setelah berkeliling kami keluar ke halaman belakang Museum Fatahillah dimana terdapat penjara bawah tanah yang pernah dipergunakan oleh Belanda untuk memenjarakan pejuang-pejuang kemerdekaan, seperti misalnya Pangeran Diponegoro (1830) dan Untung Suropati (1670). Di bagian belakang itu juga terdapat Patung Hermes yang sebelumnya berada di perempatan Harmoni dan Meriam Si Jagur.

Meriam Si Jagur

Meriam Si Jagur diletakkan di bagian tengah belakang Museum Fatahillah Jakarta. Meriam ini merupakan peninggalan Portugis, buatan Makau, dibawa pada abad ke-16 oleh N.T. Bocarro ke Benteng Malaka. Meriam ini digunakan Portugis memperkuat benteng Malaka. Ketika Malaka jatuh ke tangan VOC pada 1641, Meriam si Jagur dibawa VOC ke Batavia.

Moncong meriam si Jagur di Museum Fatahillah terlihat mengarah ke patung Hermes yang sebelumnya berada di sisi selatan Jembatan Harmoni, yang dirusak orang pada 1999 sehingga dipindahkan ke Museum Fatahillah. Di Jembatan Harmoni kini dipasang duplikatnya. Hermes adalah dewa pelindung dan dewa keberuntungan bagi para pedagang.

Arsitektur

Arsitektur Museum Fatahillah bergaya bangunan abad ke-17, memiliki tiga lantai, dengan kusen pintu dan jendela tinggi yang terbuat dari kayu jati dicat warna hijau tua. Penunjuk arah mata angin bisa dilihat di puncak atap utama museum. Selain sepeda warna-warni dan kuliner, kini ada patung manusia hidup di Taman Fatahillah.

Museum Fatahillah Jakarta juga memiliki perpustakaan dengan koleksi 1200 judul buku, yang tertua adalah Alkitab terbitan 1702. Sebagian besar buku peninggalan jaman kolonial, baik berbahasa Belanda, Melayu, Inggris, juga Arab. Ada pula kantin museum, dengan makanan dan minuman khas Betawi, toko suvenir, musholla, serta ruang pertemuan.

museum fatahillah jakarta museum fatahillah jakarta museum fatahillah jakarta museum fatahillah jakarta museum fatahillah jakarta museum fatahillah jakarta museum fatahillah jakarta museum fatahillah jakarta museum fatahillah jakarta museum fatahillah jakarta museum fatahillah jakarta museum fatahillah jakarta museum fatahillah jakarta museum fatahillah jakarta museum fatahillah jakarta museum fatahillah jakarta museum fatahillah jakarta museum fatahillah jakarta museum fatahillah jakarta museum fatahillah jakarta museum fatahillah jakarta museum fatahillah jakarta museum fatahillah jakarta museum fatahillah jakarta museum fatahillah jakarta museum fatahillah jakarta

Akses ke museum bisa naik Bus TransJakarta Koridor 1 Blok M - Kota turun di Halte Kota lanjut jalan kaki, masuk ke terowongan, mampir dulu ke Museum Bank Mandiri, Museum Bank Indonesia, dan Museum Wayang. Kereta Komuter Jurusan Bogor-Kota, Depok-Kota, Bekasi-Kota, Tanjung Priok - Kota, Tanah Abang-Kota turun di Stasiun Jakarta Kota, lanjut jalan kaki menyeberang jalan.

Alamat Museum Fatahillah Jakarta berada di Jl. Taman Fatahillah No. 2, Jakarta Barat. Telp. 021-6929101, Fax. 021-6902387, E-mail museumsejarah@yahoo.com. Lokasi GPS : -6.135104, 106.813256, Waze. Jam Buka : Selasa s/d Minggu jam 08.00 - 17.00, Senin tutup. Harga tiket masuk 2019 : Rp5.000, Mahasiswa Rp3.000, Pelajar Rp2.000. Rombongan minimal 30 orang mendapat diskon 25%. Nomor Telepon Penting, Hotel di Jakarta Barat, Tempat Wisata di Jakarta Barat, Hotel Melati di Jakarta Barat, Peta Wisata Jakarta Barat, Peta Wisata Jakarta, Rute Lengkap Jalur Busway TransJakarta, Tempat Wisata di Jakarta.


Bagikan ke:
Facebook, Twitter, WhatsApp, Telegram, Email. Print!.

, seorang pejalan musiman dan penyuka sejarah. Penduduk Jakarta yang sedang tinggal di Cikarang Utara. Traktir BA secangkir kopi. Secangkir saja ya! Januari 09, 2021.