Jawa Tengah, Kudus, Masjid, Wali

Masjid Wali Jepang Kudus

Bangunan bersejarah terakhir yang saya kunjungi di kota sunan ini adalah Masjid Wali Jepang Kudus atau Masjid Wali Al-Makmur Jepang. Nama Jepang tak ada hubungannya dengan negeri matahari terbit, namun berasal dari kata Jipang, nama kadipaten dimana Arya Penangsang pernah memerintah dan memupuk mimpinya untuk menuntut tahta Demak sebagai anak kandung Raden Kikin (Pangeran Sekar Seda Ing Lepen).

Masjid Wali Jepang Kudus yang berdiri sejak abad ke-16 itu dibangun oleh Arya Penangsang dengan bantuan Sunan Kudus. Ruangan masjid juga digunakan sebagai tempat istirahat setelah ia menempuh perjalanan jauh dari Jipang, sebelum menghadap Sunan Kudus. Sang sunan adalah guru dan pendukung Arya Penangsang dalam merebut tahta Demak dari Sunan Prawoto. Lidah setempat lambat laun mengganti nama Jipang menjadi Jepang.

Raden Kikin (ayah Ara Penangsang) dan Raden Trenggana (ayah Sunan Prawoto) adalah kakak beradik lain ibu, keduanya putera Raden Patah sebagai pendiri dan sultan Demak yang pertama. Mereka berebut tahta Demak sepeninggal Raden Patah, karena pewaris tahta utama yaitu Adipati Kudus sebagai anak pertama telah gugur ketika armada yang dipimpinnya menyerbu Portugis di Malaka. Karena itu Adipati Kudus (Pati Unus) kemudian dikenal sebagai Pangeran Sabrang Lor.

masjid wali jepang kudus

Tampak muka Masjid Wali Jepang Kudus dengan kekhasan bangunannya berupa gapura paduraksa yang kondisinya masih cukup baik. Secara tradisional gapura ini biasanya memisahkan jaba tengah dengan jaba jero. Gapura itu menjadi terlihat menonjol, selain elok, karena bangunan tembok lainnya disemen dan dicat dengan warna hijau pupus.

Jika saja tembok juga dibuat dengan bata telanjang tentu akan jauh lebih elok dan serasi. Tengara di depan menunjukkan bahwa gapura paduraksa itu telah ditetapkan sebagai benda cagar budaya yang dilindungi undang-undang. Ini penting karena dengan berlalunya waktu bisa saja muncul sekelompok orang berpemikiran sempit yang hendak menghancurkan warisan budaya itu.

Nama Masji Al-Makmur diberikan oleh seorang ulama asal Karang Malang bernama Sayid Doro Ali Alaydrus yang tertulis pada prasasti dalam huruf Arab-Pegon bertanggal 16 Muharram 1336 H/ 1917 M, berbunyi "Iki jenenge masjid Al-Makmur. Insyaallah sopo-sopo wonge shodaqoh neng masjid iki selamet donya akhirat." Terjemahannya "Ini namanya Al-Makmur. Jika Allah menghendaki siapa saja yang mengeluarkan sebagian hartanya di masjid ini selamat dunia akhirat". Beliau juga memulai tradisi Air Salamun pada Rabu terakhir Bulan Sapar.

Selain soko guru dan gapura paduraksa, yang disebut masih asli adalah sumur dan mustaka pada puncak atap masjid. Kami sempat melihat sumur tua di dekat tempat wudlu, yang masih dipasang timba karet tradisional, meski airnya sudah dinaikan ke bak dengan menggunakan pompa listrik. Ada juga sebuah gentong besar yang sepertinya sudah tidak digunakan lagi untuk menampung air. Sebuah bedug yang cukup tua saya lihat diletakkan di teras depan.

masjid wali jepang kudus

Bagian teras Masjid Wali Jepang Kudus memiliki ornamen menyerupai benteng dan tulisan dalam aksara Arab di bagian depannya. Pilar-pilar persegi yang dibalut keramik tampak berjejer menyangga atap teras yang dibeton. Di atas sana terlihat dua puncak atap, yang sebelah depan berupa kubah dengan aksara "Allah" dan di belakangnya terlihat mustaka di puncaknya. Masjid ini memiliki menara sederhana sebagai tempat pengeras suara saat adzan.

Jarak dari Masjid Menara Kudus ke Masjid Wali Jepang sekitar 6 km arah ke timur dan lalu ke selatan, melewati Jalan Sunan Kudus, lanjut lurus ke Jl Mejobo hingga mentok lalu belok kanan ke Jl Budi Utomo sejauh 940 meter. Selanjutnya belok kiri ke Jl Suryo Kusumo sejauh 325 meter, dan lalu belok kanan masuk ke Gang Suryo Kusumo 6 yang berada persis di depan Kantor Desa Jepang, sejauh sekitar 230 meter hingga tiba di depan masjid.

Jika diperhatikan setelah masuk ke ruangan utama masjid, karpet sajadah dipasang agak miring terhadap dinding. Itu berarti bahwa bangunan masjid tidak tepat mengarah ke kiblat sehingga shaf salatnya yang harus dibuat miring, ketimbang merubah tembok bangunan. Ornamen pad mimbar terbuat dari dua potongan kayu dengan lingkaran-lingkaran berisi kaligrafi berwarna keemasan. Mimbarnya sendiri terkesan biasa, hanya dihias dengan ram-raman kayu polos yang dicat hijau muda, sementara tempat duduk bagi khatib dilapis jok warna hijau tua.

Melanjutkan kisah sejarah, selain merasa lebih berhak atas tahta Demak karena ayahnya lebih tua dari Trenggono, Arya Penangsang juga hendak membalas dendam atas kematian ayahnya yang dibunuh Sunana Prawoto (saat masih bernama Raden Mukmin). Ia mengutus Rangkud untuk membunuh Sunan Prawoto dengan Keris Kyai Setan Kober. Rangkud berhasil menghabisi Sunan Prawoto namun ia juga tewas karena sang sunan yang sebenarnya sudah pasrah menjadi marah saat melihat isterinya ikut terbunuh.

Ruang utama masjid mempunyai empat sokoguru dari kayu jati serta bagian mihrab dengan ornamen unik, seolah ingin menggambarkan keningratan Adipati Jipang Panolan itu. Di dalam lingkaran hitam terdapat tulisan "Allah" dan "Muhammad", dan pada tembok relung imam juga terdapat sejumlah aksara Arab.

Relung imam dan mimbar di Masjid Wali Jepang Kudus ini dibuat dalam relung terpisah. Meskipun terkesan tak lazim, namun ornamen pada relung imam itu menjadi ciri khas Masjid Wali Jepang Kudus peninggalan Arya Penangsang ini. Diapit oleh huruf Arab berbunyi "Allah" dan "Muhammad" adalah ornamen yang sepertinya menggambarkan Kori Agung pada Gapura Paduraksa yang ada di bagian depan masjid ini.

Keberpihakan Sunan Kudus pada Arya Penangsang dalam perebutan tahta digambarkan pada kisah menegangkan saat Penangsang yang telah menghunus keris Kyai Setan Kober berhadapan dengan Hadiwijaya yang juga telah menghunus kerisnya. Sunan Kudus yang tiba-tiba datang lalu berdiri diantara kedua adipati itu. Tangan kirinya segera memegang erat tangan kanan Hadiwijaya yang memegang keris Kyai Carubuk, sedangkan tangan kanannya memegang tangan kiri Arya Penangsang yang tak memegang apa-apa. Sunan Kudus lalu berkata dengan keras kepada Arya Penangsang untuk segera menyarungkan kerisnya.

Melihat Arya Penangsang masih termangu, sang sunan kembali mengulangi perintahnya agar Arya Penangsang segera menyarungkan kerisnya. Setelah perintahnya diulang untuk ketiga kalinya, baru Arya Penangsang menyarungkan keris, ke dalam warangkanya.

Padahal yang dimaksud Sunan Kudus adalah agar Arya Penangsang menyarungkan keris Kyai Setan Kober ke tubuh Hadiwijaya, musuhnya yang paling kuat. Arya Penangsang akhirnya tewas dalam perang tanding melawan Sutawijaya. Usus terburai Arya Penangsang yang disangkutkan ke warangka lantaran terkena tombak Kyai Plered, putus saat ia mencabut keris Kyai Setan Kober dengan niat membunuh lawannya.


Masjid Wali Jepang Kudus

Alamat : Desa Jepang, Kecamatan Mejobo, Kabupaten Kudus. Lokasi GPS : -6.8282747, 110.8701047, Waze. Hotel di Kudus, Hotel Murah di Kudus, Peta Wisata Kudus, Tempat Wisata di Kudus.


Bagikan ke:
Facebook, Twitter, WhatsApp, Telegram, Email. Print!.

, seorang pejalan musiman dan penyuka sejarah. Penduduk Jakarta yang sedang tinggal di Cikarang Utara. Traktir BA secangkir kopi. Secangkir saja ya! November 17, 2019.